"Sial, memang sulit kalau miskin!"
Setiap tahun, bahkan setiap bulan aku harus pindah-pindah tempat tinggal. Selain karena si empunya tempat tinggal menaikkan harga seenaknya, aku juga sulit beristirahat karena orang yang tinggal di sekitar tempat tinggalku yang berisik. Mulai dari suara bayi, suara musik dengan volume yang besar, dsb.
"Semoga tempat ini nyaman," pekikku dalam hati saat membawa kardus yang berisi barang-barang ke dalam kontrakan ini.
Sebuah rumah sederhana, sangat sederhana. Memang ukurannya tidak seberapa tapi ketika diperhatikan lagi, rumah ini ternyata luas juga. Tetapi luasnya itu memanjang ke belakang, jadi seperti persegi panjang vertikal (tegak lurus).
Kontrakan yang aku tempati ini sebenarnya sebuah rumah yang dibagi menjadi dua. Aku masih bisa melihat dengan jelas bekas cor-an semennya. Ya karena warna bekas cor-an itu berbeda dengan warna cat yang ada di dinding yang lain.
"Huft, akhirnya selesai juga." Ucapku sambil menyeka keringat di dahiku.
Tak terasa waktu sudah sore. Dan aku baru menyadari ada satu bohlam lampu yang rusak. Dan itu adalah lampu di bagian dapur dekat kamar mandi. Tapi karena sebentar lagi malam dan aku juga sudah lelah, aku memutuskan untuk membeli bohlam lampu tersebut besok saja.
"Ya, lebih baik sekarang aku mandi dulu." Gumamku dalam hati.
Aku menyalakan semua lampu kecuali lampu dapur. Lampu dapur adalah lampu yang menghubungkan ruang tengah dengan kamar mandi.
Selesai mandi, aku menghabisakan waktuku untuk menonton TV. Ya, karena esok adalah hari libur, jadi tidak ada salahnya untuk bersantai sejenak kan?
"Gimana Nak Indra, sudah selesai pindahannya?" pesan SMS yang muncul di ponselku.
Aku langsung membalasnya,
"Iya, ini baru saja selesai, Bu." Kirim.
Tak lama kemudian muncul pesan,
"Mudah2an kerasan (betah) ya." Pesan dari Ibu yang punya kontrakan.
"Iya, semoga saja." Balasku.
Tiba-tiba terbangun dari tidurku. Aku mencoba membuka mata dan menyadari bahwa aku tertidur ketika menonton TV.
Suara perutku berbunyi. Aku baru sadar bahwa aku belum makan. Aku melihat jam di ponselku dan waktu menunjukkan pukul 01.43 WIB.
Aku memutuskan untuk memasak mi instan. Tetapi aku baru sadar bahwa di dapur tidak ada lampu. Aku mengurungkan niatku dan memilih untuk membeli nasi goreng.
Aku memakai jaket dan celana panjang serta sendal dan tak lupa mengunci pintu serta menutup pagar rumahku. Aku bergegas ke depan gang untuk membeli nasi goreng karena aku sudah sangat lapar.
Aku berjalan cepat karena lingkungan ini sunyi sekali. Ditambah dengan kurngnya pencahayaan menambah kesan horor tempat ini. Aku mempercapat laju jalanku. Bahkan terlihat seperti sedang jogging (berlari kecil).
Akhirnya aku sampai di tukang nasi goreng. Aku memesan satu porsi dan makan di sana. Setelah selesai makan dan ketika aku ingin membayar, aku tidak menemukan dompetku.
"Apa terjatuh di jalan sewaktu berlari atau tertinggal di rumah?" Pikirku.
Aku memutuskan untuk mengambil uang simpanan di rumah. Dan karena penjual tersebut sudah akrab dengan warga di gang ini, maka ia setuju2 saja.
Awalnya aku berjalan, tapi lama kelamaan aku berlari kecil (jogging) kembali. Ya, hawa di lingkungan ini aneh sekali, begitu sunyi dan mencekam. Ditambah dengan gelapnya malam dan minimnya pencahayaan.
Aku tidak tahu apakah aku yang berlebihan atau memang lingkungan ini cukup seram. Aku kemudian berlari sampai ke kontrakanku.
Aku membuka pagar dan memasukkan kunci ke lubang kunci kemudian memutarnya dan "Cklek!" Terbuka.
Kemudian aku mencari ranselku dan mengambil selembar uang Rp50.000-an disana. Setelah itu, aku keluar, mengunci pintu dan menutup pagar.
Aku kembali berlari menuju tukang nasi goreng tersebut. Setelah sampai, aku memberikan uang tersebut dan ia mengembalikkannya sebesar Rp40.000.
Aku senang karena harga nasi goreng di sini lumayan murah dan porsinya banyak. Soal rasa itu nomor 2.
Tapi ada hal aneh. Ketika pedagang nasi goreng tersebut mencari dan mengumpulkan kembalian, ia menanyakanku tinggal di mana. Lalu aku menyebutkan alamat kontrakanku dan seketika kaget kemudian terdiam.
Aku memikirkan hal ini sambil berjalan menyusuri lingkungan tempat tinggalku untuk menghilangkan rasa takut. Tiba-tiba aku sudah sampai di depan kontrakanku dan masuk ke dalamnya untuk melanjutkan tidurku.
Comments
Post a Comment